Minggu, 24 Juli 2016

PAUD dan Permasalahannya



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dalam era globalisasi ini, seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, pendidikan pun semakin diutamakan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan adalah hak warga negara yaitu suatu tuntunan, pimpinan, dan bimbingan yang dilakukan secara sadar atau sengaja kepada individu, kelompok, serta masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak terkecuali pendidikan di usia dini merupakan hak warga negara dalam mengembangkan potensinya sejak dini. Pendidikan anak usia dini merupakan upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian stimulus pendidikan agar membantu perkembangan, pertumbuhan baik jasmani maupun rohani sehingga anak memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan yang lebih lanjut.
Untuk memenuhi pendidikan dibutuhkan seorang pendidik yaitu guru untuk mengajar dan melatih anak didik ke arah tujuan tertentu. Dengan dikeluarkannya beberapa kebijakan baru oleh pemerintah mengenai pendidikan seperti Undang-Undang Republik Indonseia No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Guru No. 15 Tahun 2005, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, sangat berpengaruh terhadap pengembangan profesi guru (pendidik) PAUD  dan juga tuntutan yang harus di penuhi dalam menjalankan pekerjaannya. Oleh kerena itu, calon guru (pendidikan) PAUD perlu memahami kebijakan tersebut selain untuk menambah wawasan tentang profesinya juga sebagai bekal untuk mengembangkan karir di masa mendatang. Selain itu guru (pendidik) PAUD perlu memahami tentang tuntutan kualifikasi, kedudukan PAUD dalam pendidikan Nasional, profil guru, kompetensi, karir, kiat menjadi guru PAUD yang “kaya” dan cara pendidik PAUD yang dapat menerapkan entrepreneurship. Begitu banyak permasalahan-permasalahan yang dihadapai oleh guru PAUD seperti ketidaktahuan cara mendidik anak usia dini, kurang memahami kepribadian anak, serta kurang mengetahui model pembelajaran untuk anak usia dini.
Dari permasalahan tersebut, maka penulis membuat makalah dengan judul: ”PAUD dan Permasalahannya”.

1.2 Rumusan Masalah
Dari permasalahan di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1.      Apa yang dimaksud dengan pembelajaran?
2.      Bagaimana menciptakan kondisi pembelajaran di kelas yang sesuai untuk perkembangan anak usia dini?
3.      Apa saja permasalahan-permasalahan guru PAUD dalam proses mengajar?
4.      Apa pengertian suasana belajar?

1.3  Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui pengertian dari pembelajaran.
2.      Untuk mengetahui cara menciptakan kondisi pembelajaran di kelas yang sesuai untuk perkembangan anak usia dini.
3.      Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan guru PAUD dalam proses mengajar.
4.      Untuk mengetahui pengertian suasana belajar.

1.4  Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu agar para guru khususnya guru PAUD bisa dengan mudah mendidik anak didik sesuai dengan konsep-konsep yang telah ditetapkan.









BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Teori Pembelajaran
Reigeluth (1983) menjelaskan dalam teori pembelajaran terdapat tiga variabel, yaitu:
a.       Variabel kondisi, yaitu faktor faktor yang mempengaruhi efek metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Variable ini berinteraksi dengan metode pembelajaran dan hakikatnya tidak dapat dimanipulasi.
b.      Variabel metode, yaitu cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda dibawah kondisi yang berbeda.
c.       Variabel hasil belajar, yaitu semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran dibawah kondisi yang berbeda. Hasil pembelajaran biasa berupa hasil nyata (actual outcomes) dan hasil yang diinginkan (desired outcomes). Actual outcomes adalah hasil yang nyata dicapai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi tertentu. Adapun desired outcomes, yakni tujuan yang ingin dicapai, yang sering mempengaruhi keputusan perancang pembelajaran dalam melakukan pilihan metode yang sebaiknya digunakan. Contoh :
Di sekolah A, guru memiliki peluang untuk menggunakan berbagai metode pembelajaran, sedangkan di sekolah B, hanya satu metode yang mungkin digunakan. Dalam contoh ini, variabel yang termasuk di metode sekolah A merupakan kondisi di sekolah B.
Semua komponen pembelajaran tersebut berinteraksi dalam kesatuan yang utuh membentuk suatu proses pembelajaran. Kaitan ketiga variabel yang dikemukakan Reigeluth seperti gambar di bawah ini.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPJzh4al_mC8iWSdhBph-u8HuCdgCVGmc0JgxZi4PFoSr1-7EXvrpP2NYMUon_9mVMNTk6cJ72YCs7vhEIQXHaaRg5pbbTjdklzQm4d07B_G1QHaN_fxTPoD1ft4tK5hyNFBJ37G0-V9gY/s1600/mcldcd.png
Gambar 2. Kaitan ketiga variabel Reigeluth
Kaitan antara ketiga variabel tersebut merupakan tiga hal penting dalam suatu proses pembelajaran, yaitu kondisi pembelajaran, metode pembelajaran, dan hasil pembelajaran, dimana aspek kondisi pembelajaran menempati urutan pertama dan sebagai penentu dalam merancang strategi pembelajaran dalam mencapai hasil belajar. Hal ini menekankan pada komponen yang mementingkan perhatian pada karakteristik materi (tema), anak, tujuan, dan hambatannya. Aspek metode pembelajaran menekankan pada komponen yang mementingkan perhatian pada komponen yang mementingkan strategi dan aspek hasil lebih dilihat dari komponen efektivitas, efisiensi, serta daya tarik dari pembelajaran akan berjalan lancar dan mencapai hasil yang telah dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Kerangka teori pembelajaran Reigeluth membangun sinergi antar variabel, yaiu tiga kategori variabel pembelajaran dan dua bentuk hubungan antara variabel. Berikut gambar hubungan yang terjadi antar variabel tersebut.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdKaWhStJfxJ9YcqZRMppF1Yd-ALyVGpmO_YlE1rkPOXXCafVqUB__q7-5OeVd-kTVPvtr2gA2tb-ABmw2J41SZMxrAjRRomVDq3vT58MRXXVD28QlYAvlR3ZP6B-010YIZhH1Y0mmPOOi/s1600/C1.JPG
Gambar 2. Kerangka teori pembelajaran Reigeluth
Penjelasan sederhana dari teori yang dikemukakan Reigeluth dapat dirumuskan dengan hal berikut: supaya anak yang mengalami hambatan dalam belajar dapat belajar dengan baik (hasil) maka perlu diberikan perlakuan ayng berbeda dengan mereka yang tidak mengalami hambatan dalam belajar. Hal ini didukung oleh pendapat Miarso bahwa apabila kerangka teori dipetakan, maka akan dapat terlihat dengan jelas kaitan antara variabel pembelajaran seperti tabel berikut.
KONDISI
PERLAKUAN
HASIL
Sama
Sama
Sama
Sama
Berbeda
Berbeda
Berbeda
Sama
Berbeda
Berbeda
Berbeda
Mungkin sama

            Dalam proses pembelajaran dilakukan upaya menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan kondusif sehingga menjadikan sesuatu yang sulit bagi anak menjadi mudah dan menyenangkan, terjadi interaksi antara anak dan guru. Suasana belajar yang kondusif dapat mengakomodir perbedaan anak, salah satunya adalah perbedaan konsep diri anak, dimana jika anak yang berbeda diajarkan dalam suasana belajar yang dapat membuat mereka nyaman maka akan mudah meningkatkan prestasi dan hasil belajar mereka serta mengungkapkan bakat seorang anak.
            Beberapa pengertian pembelajaran menurut para ahli:
a.      Snelbecker (1974)
Pembelajaran adalah suatu integrasi dari seperangkat prinsip yang menjelaskan tentang pedoman untuk mengatur kondisi-kondisi belajar dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
b.      Kemp (1985)
Pembelajaran adalah proses yang kompleks terdiri dari fungsi dan bagian yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya serta diselenggarakan secara logis untuk mencapai keberhasilan dalam belajar.
c.       Joyce (2009)
Pembelajaran adalah pengaturan lingkungan agar peserta didik dapat saling berinteraksi dan dapat belajar bagaimana seharusnya belajar.
d.      Moore (2005)
Pembelajaran adalah tindakan seseorang  yang berusaha untuk membantu orang lain dalam mengembangkan semua potensi yang dimiliki secara maksimal.
            Jadi, secara umum pembelajaran adalah suatu proses membangun situasi dan kondisi belajar melalui penataan setiap komponen pembelajaran  mulai dari tujuan, materi, metode dan media, alokasi waktu, evaluasi yang mendorong timbulnya kegiatan belajar sehingga memungkinkan akan memperoleh pengalaman belajar, suasana yang dapat menciptakan kenyamanan dan kemudahan anak dalam belajar sehingga terjadi interaksi selama proses pembelajaran.

2.2  Pembelajaran di Kelas
            Proses pembelajaran di kelas anak usia dini tidak terlepas dari bagaimana peran guru dalam menciptakan suasana belajar, strategi pembelajaran, media, serta model  pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan belajar, yang dirancang berdasarkan proses analisis yang diarahkan pada implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di depan kelas. Seorang guru PAUD harus bisa membuat model pembelajaran yang menarik perhatian anak. Disamping penggunaan model pembelajaran yang baik di kelas, pendekatan belajarpun juga tidak kalah penting yang harus diperhatikan oleh guru anak usia dini dalam membelajarkan di kelas. Pendekatan adalah suatu antar usaha dalam aktivitas kajian, atau interaksi, relasi dalam suasana tertentu, dengan individu atau kelompok melalui penggunaan metode-metode tertentu secara efektif. Dalam pembelajaran juga ada strategi pembelajaran yang merupakan cara guru dalam mengatur, memanajemen, mengintegrasikan semua urutan kegiatan pembelajaran di kelas serta mengorganisasikan tema-tema yang diajarkan dengan media, waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan secara efektif dan efisien.
            Pembelajaran yang efektif tidak akan terwujud tanpa adanya sebuah perencanaan yang baik. Seorang guru anak usia dini haruslah menguasai teknik dalam membelajarkan, dimana menurut Moore (2001) perencanaan belajar dibagi menjadi duanbagian, yaitu rencana mingguan dan rencana harian. Rencana mingguan menurutnya sangat perlu sebagai pedoman garis besar program pengajaran yang dapat disipkan oleh guru. Sedangkan rencana harian adalah suatu rencana pembelajaran yang disusun untuk setiap pertemuan dan setiap hari yang bersentuhan langsung dengan suasana kelas. Dengan demikian, menjadi hal kritis yang penting dilakukan adalah menciptakan iklim belajar peserta didik. Bern dan Erickson menegaskan bahwa terciptanya lingkungan yang mendorong terjadinya “self regulated learning” merupakan persyaratan dasar terwujudnya pembelajaran efektif bagi kemandirian seorang anak. Iklim belajar atau suasana belajar tersebut diharapkan bermakna serta dapat menghubungkan isi pelajaran dengan konteks kehidupan anak. Hal ini senada dengan pernyataan Goodman dan Moll (1993) yang menyatakan bahwa, “One key to teacher’s success is building an atmosphere of mutual respect in their learning kooperatif classroom. These become social communities where teacher value each learner, help the learners of their students.” Guru harus menjalin kerja sama dengan siswanya, dan kreatif menciptakan suasana belajar yang dapat meningkatkan kemandirian dan pengetahuan anak.
            Ada beberapa permasalahan pembelajaran yang terjadi di kelas, yaitu:
a.       Peran guru masih sangat dominan, hal ini dibuktikan dengan kegiatan utama guru di dalam kelas hanya menyampaikan informasi yang bersifat satu arah sehingga anak cenderung menjadi pasif.
b.      Sebagian besar guru menyandarkan pemilihan bahan ajarnya pada buku teks yang telah baku, sehingga peserta didik kurang mendapat perpektif yang realistik dan berdayaguna bagi  pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
c.       Adanya pengaturan tempat duduk dan penugasan yang cenderung mengisolasi satu anak dengan anak lainnya, sehingga mempersulit komunikasi dan pertukaran pikiran antar peserta didik.
d.      Pertanyaan yang dilontarkan lebih banyak bersifat konvergen daripada divergen, sehingga melumpuhkan kreativitas anak yang tentu juga mempengaruhi kemandirian anak, sebab anak yang kreatif cenderung mandiri.
            Dalam mencari solusi permasalahan yang terjadi di kelas, salah satu solusinya guru harus mncari model pembelajaran ayng tepat yang dapat mengakomodir semua perbedaan anak dan dapat membuat anak merasa nyaman dan dalam belajar. Berikut beberapa model pembelajaran yang harus diketahui oleh guru anak usia dini.
a.       Model belajar behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.  Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Menurut Gagne et.al (1992), terdapat delapan elemen yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran di sekolah:
1)      Menarik perhatian
2)      Menjelaskan tujuan
3)      Merangsang proses “recall”
4)      Menyiapkan bahan atau materi yang dapat merangsang atau enarik perhatian
5)      Menyediakan bimbingan terhadap peserta didik
6)      Memeberi penghargaan terhadap kemajuan peserta didik berdasarkan tugas dan latihan
7)      Menilai kemajuan belajar peserta didik
8)      Mengembangkan pengetahuan dan kepandaian yang telah dimiliki peserta didik.
b.      Model belajar kognitif
Model belajar kognitif memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses. Peneliti yang mengembangkan teori kognitif  ini adalah Ausubel dan Bruner. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Suatu tugas dapat dipelajari dengan baik urutan yang spesifik pada Sembilan peristiwa, yaitu:
1)      Memperoleh perhatian
2)      Informasi peserta didik pada tujuan
3)      Prasyarat daya ingat sebagai prasyarat belajar
4)      Menyajikan materi baru
5)      Menyediakan bimbingan belajar
6)      Menyatakan capaian
7)      Menyatakan umpan balik sebagai ketepatan
8)      Menaksir capaian
9)      Penambahan ingatan dan daya ingat
c.       Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
               Pembelajaran kotruktivisme berdasarkan pemahaman Piaget, yaitu:
1)      Gambaran mental seseorang dihasilkan pada saat berinteraksi dengan lingkungannya
2)      Pengetahuan yang diterima oleh seseorang merupakan proses pembinaan diri dan pemaknaan, bukan internalisasi makna dari luar
Pembelajaran menurut kontruktivisme personal, memiliki beberapa anggapan (postulat), yaitu:
1)      Set mental (idea) yang dimiliki peserta didik mempengaruhi panca indera dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap proses pembentukan pengetahuan
2)      Input yang diterima peserta didik tidak memiliki makna yang tetap
3)      Peserta didik menyimpan input yang diterima tersebut ke dalam memorinya
4)      Input yang tersimpan dalam memori tersebut dapat digunakan lagi untuk menguji input lainyang baru diterima
Permasalahan pembelajaran di kelas anak usia dini dapat dilakukan oleh guru anak usia dini dengan mengadopsi pendapat Hunts dengan prosedur ROPES, yaitu:
a.       Review: langkah yang dilakukan guru dalam melihat dan mengukur kesiapan anak mempelajari materi pelajaran hari ini dengan melihat penguasaan materi sebelumnya yang sudah mereka pelajari sebagai dasar untuk memahami pelajaran tersebut.
b.      Overview: guru menyampaikan program pembelajaran yang akan dijelaskan hari ini dengan menyampaikan isi secara singkat dan guru mempersilakan anak untuk menyampaikan usul saran mereka dalam proses pembelajaran agar anak tidak merasa tertekan selama proses pembelajaran dan anak merasa dihargai sehingga anak merasa senang dengan proses pembelajaran yang dikembangkannya itu.
c.       Presentasi: tahap guru menyampaikan penjelasan penting tentang isi pelajaran hari itu, dimana guru melakukan proses menceritakan, menunjukan dan proses mengerjakan.
d.      Exercise: tahap dimana guru memberikan kesempatan ada anak untuk melatih apa yang telah mereka peroleh dari guru sesuai dengan proses pemahaman mereka selama proses pembelajaran berlangsung.
e.       Summary: tahap dimana guru meringkaskan dari hasil belajar.
Komunikasi guru dengan anak ada dua macam, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non verbal.
a.       Komunikasi verbal: komunikasi yang menggunakan kata-kata baik secara tertulis maupun diucapkan. Contoh: Tanya jawab antara guru dengan murid.
b.      Komunikasi non verbal: komunikasi yang tidak menggunakan kata-kata, tidak bisa didengar, dan tidak bisa dibaca dalam uraian kata-kata tertulis tetapi hanya bisa dipahami dari berbagai isyarat dengan gerakan anggota tubuh dalam engekspresikan suatu pesan. Contoh: murid yang menyalami tangan gurunya.

2.3  Permasalahan Guru Paud
Istilah pendidik anak usia dini secara umum sama dengan pamong belajar, fasilitator, tutor dan lain sebagainya yang diidentikkan memiliki ciri atau sifat-sifat sebagai berikut: sosok yang memiliki kharisma, kemampuan merancang program pembelajaran, mampu mwnata dan mengelola kelas dengan efektif, efisien, sosok dewasa yang secara sadar dapat mendidik, mengajar membimbing dan menjadikan guru sebagai profesi yang memerlukan keahlian khusus.
Disamping sebai pendidik yang professional, guru anak usia dini juga memiliki fungsi sebagai berikut.
a.       Fungsi adaptasi
Berperan dalam membantu anak dalam melakukan penyesuaian diri dengan berbagai kondisi lingkungan serta menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri.
b.      Fungsi sosialisasi
Berperan dalam membantu anak agar memiliki keterampilan-keterampilan sosial yang berguna dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari.
c.       Fungsi pengembangan
Berkaitan dengan pengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak.
d.      Fungsi bermain
Brkaitan dengan pemberian kesempatan pada anak untuk bermain, karena bermain adalah hak anak.
e.       Fungsi ekonomik
Adalah pendidikan yang terencana untuk anak yang merupakan juga investasi jangka panjang orangtua.
            Kedudukan anak usia dini menurut perundang-undangan yaitu:
a.       Menurut Undang-Undang No. 20/2003, Pasal 39 Ayat 2
Pendidikan merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
b.      UU No. 14 Pasal 7 Ayat 1
UU ini mengatur tentang sikap profesionalisme guru.
Dalam melihat permasalahan pendidikan anak usia dini pasti tidak terlepas dari kualitas guru yang mengajar. Guru yang professional harus memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan pemerintah dengan memenuhi empat Kompetensi Pendidikan PAUD.
c.       UU No 20 Pasal 40 Ayat 2
Kewajiban pendidikan yaitu:
1)      Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
2)      Mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan.
3)      Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab VII, mengatur kompetensi pendidik yang terdiri dari empat komponen, yaitu:
a.       Kompetensi pedagogis, yang mencakup kemampuan-kemampuan dalam memahami, menguasai dan mengembangkan teori objek dari pendidikan, subjek dari pendidikan serta media pendukung dalam pembelajaran.
b.      Kompetensi kepribadian, yang mencakup kemampuan untuk dapat menampilkan pribadi yang dapat menjadi panutan.
c.       Kompetensi professional, yang mencakup kemampuan untuk dapat berkomunikasi bekerja sama dan bersikap terbuka dengan lingkungan bekerjanya.
d.      Kompetensi sosial, yang mencakup kemampuan untuk dapat menguasai serta mengamalkan ilmu kependidikan serta bekerja dengan integritas yang penuh untuk peserta didik dan lembaganya.



Peran Guru Anak Usia Dini yaitu:
a.       Sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar mengajar.
b.      Sebagai mediator
Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya baik media non material maupun material.
c.       Sebagai motivator
Sebagai motivator guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar.
d.      Sebagai informator
Sebagai informator guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diprogramkan dalam kurikulum.
e.       Sebagai evaluator
Guru dituntut untuk menjadi evaluator yang baik dan jujur dengan memerikan penilaian yang menyentuh aspek intrinsik dan ekstrinsik.
f.       Sebagai pembimbing
Guru hendaknya selalu membimbing anak didik untuk menuju ke arah yang lebih baik.

2.4  Suasana Belajar (Learning Climate)
2.4.1 Pengertian Suasana Belajar
Suasana belajar dapat berupa penerapan hubungan perasaan dalam pribadi yang disosialisasikan ke dalam pola-pola interaksi, seperti reaksi emosional terhadap kelompok, rasa puas terhadap kelompok, rasa frustasi, dan sebagainya, dimana interaksi akan dapat menimbulkan suasana belajar yang membahagiakan bagi anak. Contohnya antara guru dan anak harus saling hormat-menghormati, harga-menghargai, dan berinteraksi dengan baik. Menciptakan suasana belajar yang hidup di dalam kelas, guru perlu melakukan perubahan paradigma pembelajaran, dan merubah gaya dalam berinteraksi di kelas (seperti gaya interaksi diktator, liberal, demokratis) sebab gaya yang digunakan oleh guru dalam mengajar mempengaruhi suasana kelas selama proses pembelajaran berlangsung, dan gurunya berupaya menciptakan lingkungan yang dapat membuat murid belajar hal-hal seperti mendorong dan memberanikan anak untuk berinteraksi satu sama lain. Gagne (1992) mengatakan bahwa yang mempengaruhi suasana belajar terdiri dari kondisi internal dan kondisi eksternal. Kondisi internal adalah kesiapan anak dalam memahai materi pembelajaran yang telah dipelajari, sedangkan kondisi eksternal yaitu stimulus yang secara sengaja diatur oleh guru dengan tujuan memperlancar proses pembelajaran.  Hal ini dapat dinyatakan bahwa hasil belajar anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan belajar yang dalam hal ini adalah suasana belajar yang kondusif sehingga anak merasa nyaman dan tertarik untuk belajar.
Prinsip-prinsip belajar anak uasi dini yaitu sebagai berikut.
a.       Sesuai dengan tahap perkembangan anak
b.      Sesuai dengan kebutuhan khusus setiap anak
c.       Mengembangkan potensi anak
d.      Membangun pengetahuan anak
e.       Anak belajar dengan baik apabila merasa aman dan nyaman secara fisik dan psikologinya
f.       Belajar melalui bermain
g.      Kepatutan menurut konteks agama, sosial, dan budaya
Pengertian suasana belajar (learning climate) menurut beberapa ahli yaitu sebagai berikut.
a.      Dave Meier dan Hernowo (2007)
Suasana belajar adalah suatu situasi yang menimbulkan bangkitnya minat, adanya keterlibatan anak secara penuh, terciptanya makna, adanya pemahaman atau penguasaan materi, adanya nilai yang membahagiakan bagi anak dan melahirkan sesuatu yang baru dan dapat membawa perubahan terhadap diri pemmelajar.
b.      Bobbi De Porter dan Mike Hernacki (2001)
Suasana belajar yang menyenangkan adalah terbangunnya emosi positif.



c.       Soegeng Santoso (2002)
Suasana belajar adalah suatu kondisi atau keadaan tempat yang ada di sekitar anak yang mempengaruhi berlangsungnya proses pembelajaran, memungkinkan anak belajar, serta dapat mengembangkan kreativitas.
d.      Bedjo Siswanto (1987)
Suasana belajar adalah suasana yang terjadi dalam suatu organisasi yang  diciptakan oleh hubungan antar pribadi.
e.       Sujana (2000)
Suasana belajar mencakup banyak faktor yaitu kemampuan guru, motivasi belajar, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, fisik dan psikis.
            Jadi secara umum, suasana belajar adalah proses menciptakan hubungan yang positif antar individu dalam proses belajar, memungkinkan anak belajar dengan nyaman, mengembangkan kreativitas anak, mencakup semua aspek pembelajaran yang saling berhubungan dan terintegrasi satu sama lainnya. Suasana belajar yang kondusif akan membuat anak menjadi mampu belajar dengan pencapaian tingkat pengetahuan yang baik, mereka menjadi anak yang peka (berarti berfikir tajam, kritis, dan tanggap terhadap pikiran dan perasaan orang lain), mandiri (berarti berani dan mampu bertindak tanpa selalu tergantung pada orang lain), dan bertanggung jawab (berarti siap menerima akibat dari keputusan dan tindakan yang diambil).
            Suasana belajar yang kondusif adalah suasana belajar mengajar yang membuat siswa melakukan:
a.       Interaksi
Belajar akan terjadi dan meningkat kualitasnya bila terjadi suasana interaksi dengan orang lain. Interaksi dapat berupa diskusi, saling bertanya dan mempertanyakan, saling menjelaskan, dan lain-lain.
b.      Komunikasi
Pengungkapan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tulisan, merupakan kebutuhan setiap manusia dalam rangka mengungkapkan dirinya untuk mencapai kepuaasan.

c.       Refleksi
Suasana belajar juga terkait dengan komunikasi yang terjadi di dalam kelas. Dimana sepanjang hari-hari di sekolah terjadi percakapan antara peserta didik dengan peserta didik, serta antara guru dengan peserta didik. Dalam proses pembelajaran terjadi penyampaian informasi dengan pola komunikasi yang dapat kita pilih agar proses suasana belajar menjadi efektif:
1)      Pola komunikasi satu arah
Peserta didik mendengarkan dan mencatat informasi dari guru. Antara guru dan peserta didik ada garis pemisah yang tegas.
2)      Pola komunikasi dua arah
Peserta didik tidak hanya mendengar dan mencatat tetapi peserta didik sudah dapat bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru.
3)      Pola komunikasi tiga arah
Peserta didik tidak sekedar mendengar, mencatat bertanya dan menjawab pertanyaan guru, tetapi peserta didik dapat bertanya dan menjawab pertanyaan guru, tetapi peserta didik dapat bertanya dan menjawab pertanyaan peserta didik yang lain.
4)      Pola komunikasi multi arah (multi dimensi)
Komunikasi dengan guru hanya bila perlu saja, antara guru dan peserta didik tidak ada garis pemisah.
            Dari penjelasan diatas, pola keempatlah yang paling memberi kesempatan kepada siswa untuk memutuskan sendiri apa yang mau dipelajari secara bersama-sama dalam kelompoknya. Peserta didik dipandang sebagai individu yang dapat merencanakan apa yang akan dipelajari bersama. Guru sebagai sumber informasi hanya sebagai fasilitator dan dinamisator pada kehidupan kelompok.





2.4.2 Suasana Belajar Kooperatif
            Pengertian suasana belajar kooperati menurut beberapa ahli:
a.      Slavin (1995)
Suasana belajar kooperatif adalah dimana anak belajar berkelompok, berpartisipasi, dan berkerja sama dalam kegiatan pembelajaran serta terjadi interaksi positif untuk meraih tujuan.
b.      Johnson (1999)
Suasana belajar kooperatif adalah dimana siswa belajar bersama dalam kelompok kecil, saling bekerjasama membantu teman yang lain.
c.       Featherstone (1986)
Suasana belajar kooperatif adalah untuk membantu para siswa meraih sukses pada setiap tingkat pencapain akademik, kerja tim, membantu teman, memberi kontribusi kepada kelompok dan sukses bersama serta semua peserta didik dapat meningkatkan pengetahuan mereka dengan bekerja sama dengan orang lain.
d.      Sullo (2007)
Suasana kooperatif peserta didik membutuhkan kekuatan dan kebebasan khususnya instruksi dan bantuan dari orang dewasa dimana hal ini merupakan waktu yang ideal untuk membantu peserta didik mengembangkan pondasi tingkah laku dalam meraih kebebasan mereka dalam belajar.
Secara umum, pengertian dari suasana belajar kooperatif  adalah proses belajar dimana mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai suatu kelompok atau satu tim, meraih sukses bersama, terjadi interkasi positif, semua peserta didik dapat meningkatkan pengetahuan dengan bekerja sama.
Tujuan pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim, dkk (2000) ada tiga tujuan pembelajaran kooperatif, yaitu:
a.       Meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademik
b.      Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidak mampuan
c.       Mengajarkan kepada peserta didik keterampilan kerjasama dan kolaborasi
Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan kemampuan untuk mensistematikkan atau mengorganisasikan proses-proses psikologi menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan.  Dan setiap orang memiliki kecenderungan mnyesuaikan diri di lingkungannya.
Menurut Slavin dalam teori Vigotsky menekankan pada empat prinsip utama dalam pembelajaran, yaitu:
a.       Hakekat sosial dari pembelajaran
b.      Zona perkembangan terdekat
c.       Pemagangan kognitif
d.      Mediated learning
Tahapan pembelajaran kooperatif Slavin, yaitu:
a.       Tahap persiapan/ Pra Implementasi
1)      Guru mempersiapkan rancangan pembelajaran dengan membuat skenario pembelajaran
2)      Menyiapkan bahan ajar
3)      Penyampaian tujuan
4)      Pembentukkan kelompok berkemampuan heterogen selai itu diperhitungkan kriteria heterogenitas lainnya seperti nilai prestasi, jenis kelamin, dan ras
b.      Tahap pelaksanaan/inti
1)      Diskusi masalah
2)      Membimbing siswa bekerja dan belajar secara kelompok
c.       Tahap penutup
1)      Membuat skor individual dan skor tim
2)      Menyimpulkan bahan ajar
3)      Pengakuan pada prestasi tim
4)      Menindaklanjuti kegiatan
5)      Mengakhiri kegiatan (evaluasi)
6)      Refleksi

Dalam pembelajaran kooperatif Jonhson menyebutkan adanya lima ciri pokok yaitu:
a.       Adanya saling ketergantungan positif
b.      Adanya interaksi tatap muka
c.       Adanya akuntabilitas individual
d.      Adanya keterampilan mendalam hubungan antar pribadi
e.       Adanya evaluasi proses kelompok
Berikut deskripsi bagaimana peran siswa dalam kelompok pembelajaran suasana kooperatif:
PERAN PESERTA DIDIK
DESKRIPSI
Mendorong
Mendorong anak yang enggan dan pemalu untuk berpartisipasi
Pujian
Menunjukkan, penghargaan, kontribusi orang dan memuji keberhasilan
Penyeimbang
Penyeimbang partisipasi dan tidak satu orang pun yang mendominasi
Pelatihan
Membantu menjelaskan pencapaian akademik dan konsep-konsep
Moderator
Memastikan bahwa semua pertanyaan siswa terjawab
Pengecek
Mengecek pemahaman kelompok
Menjaga kelompok tetapi dalam pelaksanaan tugas
Menulis ide-ide, keputusan, dan perencanaan
Pengarah tugas
Menjaga agar kelompok selalu menyadari kemajuan dan kemunduran
Perekam
Memonitori tingkat keributan
Keamanan
Menjaga suasana agar tetap aman


Ciri-ciri belajar kooperatif:
a.       Pendidik harus mengupayakan terwujudnya interaksi antar peserta didik yang berada dalam sebuah kelompok.
b.      Pendidik harus menciptakan interdependensi positif di kalangan anggota kelompok.
c.       Kemampuan masing-masing anggota kelompok diperhitungkan secara adil.
d.      Strategi belajar kooperatif menekankan pada pencapaian tujuan bersama.

2.4.3 Suasana Belajar Kompetitif
            Pengertian suasana belajar kompetitif menurut beberapa ahli, yaitu:
a.      Jonhson (1993)
Kompetitif adalah persaingan satu sama lainnya untuk meraih tujuan yang bersifat individu, mencari keuntungan untuk diri sendiri.
b.      Kolawole (2008)
Suasana belajar kompetitif adalah suasana belajar yang lebih tepat diberikan bila peserta didik perlu melihat materi yang dipelajari.
c.       Sullo (2007)
Pembelajaran kompetitif siswa membutuhkan kekuatan, kebebasan dalam proses pembelajaran di kelas.
            Secara umum, pengertian dari suasana belajar kompetitif adalah suasana belajar yang memfokuskan peserta didik untuk berusaha menjadi yang terbaik dan tercepat di kelasnya.
Situasi yang kompetitif dicirikan dengan adanya sikap negatif dimana ketika seseorang menang, maka yang lain berarti kalah. Dalam situasi belajar, peserta didik akan mandiri dan bekerja sendiri dalam mencapai kesuksesan, sehingga kesuksesan dan kegagalan seseorang tidak akan berpengaruh terhadap kelompoknya. Menurut Johnson & Johnson (1994) ada beberapa anggapan yang tidak selamanya benar, yang biasa dijadikan alasan digunakannya metode kompetitif dalam praktek pembelajaran, diantara anggapan tersebut adalah:
a.       Masyarakat kita penuh dengan suasana kompetitif, karena itu siswa harus dipersiapkan untuk menghadapi keadaan ini.
b.      Prestasi, sukses, penampilan yang terhormat, ambisi, menjadi pimpinan yang hebat, dan lain sebagainya semuanya berhubungan dengan kompetisi dengan yang lain.
c.       Kompetisi membangun karakter dengan situasi kompetitif.
d.      Para siswa lebih berhubungan dengan situasi kompetitif
e.       Kompetisi mampu membangun percaya diri dan harga diri.

 
























BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.      Pembelajaran adalah suatu proses membangun situasi dan kondisi belajar melalui penataan setiap komponen pembelajaran  mulai dari tujuan, materi, metode dan media, alokasi waktu, evaluasi yang mendorong timbulnya kegiatan belajar sehingga memungkinkan akan memperoleh pengalaman belajar, suasana yang dapat menciptakan kenyamanan dan kemudahan anak dalam belajar sehingga terjadi interaksi selama proses pembelajaran.
2.   Untuk menciptakan proses pembelajaran yang baik, seorang guru anak usia dini harus pintar membuat model dan media pembelajaran yang menarik bagi anak, disamping itu guru harus melakukan pendekatan-pebdekatan kepada anak.
3.   Begitu banyak permasalahan yang dialami guru PAUD dalam proses mengajar, dimana seorang guru PAUD harus bisa menjalankan fungsi dan peranannya sebagai guru.
4.   Suasana belajar adalah proses menciptakan hubungan yang positif antar individu dalam proses belajar, memungkinkan anak belajar dengan nyaman, mengembangkan kreativitas anak, mencakup semua aspek pembelajaran yang saling berhubungan dan terintegrasi satu sama lainnya. Suasana belajar terdiri dari suasana belajar kooperatif dan suasana belajar kompetitif.

3.2  Saran

Adapun saran yang ingin disampaikan melalui makalah ini yaitu sebagai berikut.
1.      Kepada guru anak usia dini diharapkan bisa membuat proses belajar di kelas dengan baik dan menarik supaya anak didik lebih mudah memahami materi yang disampaikan.
2.      Kepada pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan perkembangan anak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2008. Variabel Pembelajaran.
Akses: 27 September 2014.
Anonim. 2012. Teori Belajar Reigeluth.
Anonim. 2013. Pengertian Komunikasi Verbal dan Nonverbal. http://wantysastro.wordpress.com/2013/06/01/pengertian-komunikasi-verbal-dan-nonverbal-beserta-contoh-dan-slogan-produk/. Akses : 28 September 2014.
Yamin, Martinis. 2012. Panduan PAUD Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Referensi.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar