Minggu, 24 Juli 2016

Kemungkinan dan Keharusan Pendidikan & Konsep Dasar Pendidikan



KEMUNGKINAN DAN KEHARUSAN PENDIDIKAN DAN KONSEP-KONSEP DASAR PENDIDIKAN


LOGO BW BARU1



Oleh:

KELOMPOK I
Nazia Halim (1411061004)
Ni Made Wulan Sri Tarini (1411061008)
Sri Karina Elprida (1411061031)







KELAS I C
JURUSAN S1 PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2014


 
KATA PENGANTAR

Ucapan terima kasih dan puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia dan rahmat-Nya, maka penulis dapat menyusun makalah Dasar-Dasar Kependidikan dengan judul “Kemungkinan dan Keharusan Pendidikan dan Konsep-Konsep Dasar Pendidikan”.
Penulis sangat menyadari betapa pentingnya bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut.
1.      I Wayan Darmayoga, S.Pd, M.Pd. selaku dosen pembimbing dari mata kuliah Dasar-Dasar Kependidikan .
2.      Teman-teman kelas I C yang ikut memberikan saran dalam penyusunan makalah ini.
3.      Pihak-pihak lain yang membantu dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Makalah ini membahas tentang kemungkinan dan keharusan pendidikan, pengertian konsep-konsep dasar pendidikan, serta implikasinya dalam pembelajaran.
Tak ada gading yang tak retak, demikian pula dengan makalah ini, tentu banyak kekurangannya. Penulis berharap, kiranya makalah ini, dapat menambah wawasan pembaca.


                                                                             Denpasar, 8 September 2014

                                                                                                                                                                                                                              Penulis



DAFTAR ISI
                            
                            
Halaman Judul
Kata Pengantar..................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2  Rumusan Masalah........................................................................................ 2
1.3  Tujuan Penulisan.......................................................................................... 2
1.4  Manfaat Penulisan........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1  Kemungkinan dan Keharusan Pendidikan................................................... 3
2.2  Konsep-Konsep Dasar Pendidikan.............................................................. 11

BAB III PENUTUP  
3.1  Simpulan...................................................................................................... 17
3.2  Saran............................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Di era globalisasi ini, kemajuan teknologi semakin berkembang. Hal inilah yang mendorong pemerintah Indonesia untuk memajukan pendidikan di Indonesia guna menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan tidak kalah saing dalam dunia internasional. Pendidikan telah berlangsung sejak awal peradaban dan budaya manusia. Bentuk dan cara pendidikan itu telah mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan zaman dan tuntutan kebutuhan. Pada awal peradaban, para orang tua bersama kelompoknya bertanggung jawab mendidik anak-anak mereka sehingga mencapai kedewasaan. Bila orang tuanya hidup dengan bertani, maka anak-anaknya pun diajarkan bertani dengan pengalaman langsung. Demikian juga jika orang tuanya berdagang, maka anaknya pun diajarkan berdagang.
            Pendidikan adalah sesuatu yang universal yang berlangsung terus-menerus dan tak terputus dari generasi ke generasi dimana pun di dunia ini. Upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan itu diselengggarakan sesuai tujuan pendidikan dengan pandangan hidup dan latar sosial kebudayaan setiap masyarakat tertentu, termasuk di Indonesia. Manusia hidup berbeda dengan hewan, karena manusia mampu secara sempurna menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya dan senantiasa berupaya menciptakan dunia kehidupan dan mengatasi realitasnya sendiri. Manusia dalam hidupnya mempunyai peran sejarah dan menciptakan sejarah baru, dengan kata lain “manusia di samping makhluk sejarah, juga dikuasai sejarah, ia tidak hanya berada di dalam dunianya sendiri, tetapi hidup bersama dan berdialog dengan kehidupan”, karena memang manusia memahami wawasan kesejarahan sebagai wujud kemampuannya belajar dari pengalaman. Dengan berlimpahnya sumber daya alam yang ada di Indonesia, membuat negara kita tidak kekurangan satupun kebutuhan hidup, akan tetapi sumber daya manusia di Indonesia masih sangat rendah. Oleh sebab itu pemerintah mewajibkan anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Maka penulis menyusun makalah dengan judul: “Kemungkinan dan Keharusan Pendidikan dan Konsep-Konsep Dasar Pendidikan.”
1.2  Rumusan Masalah
Dari permasalahan di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1.      Mungkinkah manusia dapat dididik atau mendidik?
2.      Mengapa manusia harus dididik atau mendidik?
3.      Apa saja konsep-konsep dasar pendidikan?

1.3  Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui kemungkinan pendidikan.
2.      Untuk mengetahui keharusan pendidikan.
3.      Untuk mengetahui konsep-konsep dasar pendidikan.

1.4  Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu mempermudah calon guru Paud untuk memberikan pendidikan kepada anak usia dini.

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Kemungkinan dan Keharusan Pendidikan
Menurut Redja Mudyahardjo (2013), pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pandangan pendidikan tentang manusia sebagai animal education adalah pandangan pendidikan tentang hakikat manusia sebagai makhluk yang secara biologis, fisik tidak jauh beda dengan hewan. Tetapi dapat membedakan dirinya dengan hewan dengan usaha yang bersifat pendidikan. Langeveld (Sukardjo, 2009) memandang manusia sebagai animal education, yang mengandung makna bahwa manusia merupakan makhluk yang perlu dididik. Sedangkan pandangan pendidikan menurut Immanuel Kant (Sukarjdo, 2009) : bahwa manusia hanya dapat menjadi manusia jika dirinya memperoleh pendidikan.

2.1.1        Kemungkinan pendidikan
Menurut Febrian Fristianda (2013), manusia sejak lahir sangat membutuhkan bantuan orang lain, khususnya kedua orang tuanya. Manusia dan binatang memiliki perilaku yang didasarkan atas insting. Dimana insting pada binatang berlaku selama hidupnya, sedangkan insting pada manusia akan diganti oleh kemampuan akal budinya. Hal inilah yang memungkinkan manusia dapat dididik atau mendidik. Fakta biologis menunjukkan bahwa anak manusia ketika baru dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya tetapi mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang, penyebab hal ini yaitu:
a.       Kemampuan anak bersifat fleksibel.
b.      Anak manusia mempunyai otak yang besar dan berpermukaan luas.
c.       Mempunyai pusat syaraf yang berfungsi untuk menerima pengaruh dari luar dirinya sehingga dapat terjadi proses belajar.
Menurut dasar Psiko-Sosial:
a.       Anak manusia ketika dilahirkan membawa bermacam-macam kemampuan potensial, yang membutuhkan stimulasi dari lingkungan.
b.      Manusia merupakan makhluk sosial. Dimana kehidupan secara bersama sangat diperlukan oleh manusia dan dalam kehidupan bersama ini ada proses saling mempengaruhi.
Pendidikan hanya akan menyentuh manusiawi yang memiliki ciri-ciri berikut:
a.       Manusia dapat menguasai hawa nafsunya.
b.      Manusia memiliki kesadaran intelektual dan seni. Manusia dapat mengembangkan pengembangan dan teknologi sehingga menjadikan dia sebagai makhluk yang berbudaya.
c.       Manusia memiliki kesadaran sendiri.
d.      Manusia memiliki bahasa, simbolis baik secara tertulis maupun lisan.
e.       Manusia dapat menyadari nilai-nilai (etika maupun estetika). Manusia memilki mata hati (hati nurani).
f.       Manuisa dapat berkomunikasi dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai pencipta alam semesta.
Ciri-ciri tersebut sama sekali tidak dimiliki oleh hewan. Dengan ciri-ciri itulah manusia dapat dididik dan dapat memperbaiki perilakunya. Hanya manusialah yang dapat didik dan memungkinkan dapat menerima pendidikan.

2.1.2        Keharusan Pendidikan
Menurut Langeveld (Sukardjo, 2009), anak didik adalah anak atau orang yang belum dewasa atau belum memperoleh kedewasaan atau seseorang yang masih menjadi tanggung jawab seorang pendidik tertentu. Anak didik adalah anak yang memiliki sifat ketergantungan kepada pendidiknya untuk dapat menyelenggarakan dan melanjutkan hidupnya secara jasmani maupun rohani. Manusia adalah subjek pendidikan sekaligus objek pendidikan. Sebagai subjek pendidikan, manusia (dewasa) bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendidikan secara moral, berkewajiban atas perkembangan pribadi anak-anak mereka. Sebagai objek pendidikan, manusia (anak) merupakan sasaran pembinaan dalam melaksanakan pendidikan yang pada hakikatnya ia memiliki pribadi yang sama seperti manusia dewasa namun karena kodratnya belum berkembang.


            Menurut Gita Wulandari (2012), terdapat 2 dasar keharusan manusia dididik yaitu menurut dasar biologis dan menurut dasar psiko-sosio-antropologis.
Keharusan  manusia dididik menurut dasar Biologis:
a.       Untuk menyesuasikan diri dengan lingkungannya, anak manusia tidak memiliki insting yang sempurna sebagaimana yang dimiliki oleh hewan. Hal ini dikarenakan anak manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya. Pada waktu lahir anak manusia tidak bisa berbuat apa-apa. Sampai usia tertentu anak masih memerlukan bantuan orang tua. Begitu anak lahir ke dunia, ia memerlukan uluran orang lain (ibu dan ayah) untuk dapat melangsungkan hidup dan kehidupannya, dan berdiri sendiri. Kelemahan yang dimiliki oleh anak adalah kelemahan rohani dan jasmaniah, misalnya dia tidak kuat oleh gangguan cuaca, keadaan tubuh yang basah, panas atau dingin. Begitu juga rohaniahnya, dia tidak mampu membedaan keadaan yang berbahaya ataupun menyenangkan, kelemahan dan ketidakberdayaan anak makin lama makin hilang karena berkat bantuan dan bimbingan pendidik atau yang biasanya disebut pendidikan. Berbeda dengan binatang yang begitu lahir sudah dilengkapi kelengkapan fisiknya dan dapat berbuat sesuatu untuk mempertahankan hidupnya. Misalnya anak harimau begitu lahir sudah dilengkapi dengan bulu yang dapat melindungi tubuhnya dari kedinginan. Begitu lahir setelah dibersihkan oleh induknya anak harimau tersebut sudah bisa bergerak untuk mencari susu induknya, walaupun belum memiliki kemampuan melihat secara normal. Beberapa jenis hewan yang baru keluar dari telurnya langsung bergerak seperti pada kura-kura, buaya, dan sebagainya. Begitu juga pada binatang lainnya khususnya binatang menyusui seperti kuda, kambing, kera dan sebagainya. Hal tersebut tidak demikian pada manusia. Manusia perlu mendapat bantuan orang lain untuk dapat menolong dirinya untuk sampai kepada dewasa. Masa pendidikan manusia memerlukan waktu yang lama karena di samping manusia harus dapat mempertahankan hidupnya dalam arti lahir, ia juga harus memiliki bekal yang berkaitan dengan moral, memiliki pengetahuan, dan keterampilan lainnya yang diperlukan untuk hidup. Makin tinggi peradaban manusia, makin banyak yang harus dipelajari agar dapat hidup berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri kepada orang lain. Oleh karena itu, anak atau bayi manusia memerlukan bantuan, tuntunan, pelayanan, dorongan dari orang lain demi mempertahankan hidup dengan belajar setahap demi setahap untuk memperoleh bekal nilai-nilai moral, memiliki kepandaian dan keterampilan, serta pembentukan sikap dan tingkah laku sehingga lambat laun dapat berdiri sendiri yang semuanya itu memerlukan waktu yang cukup lama.
b.      Anak manusia perlu masa belajar yang panjang sebagai bekal menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara konstruktif. Untuk sampai pada kedewasaan yang merupakan tujuan pendidikan dalam arti khusus, memerlukan waktu lama. Untuk mengarungi kehidupan yang dewasa, manusia perlu dipersiapkan, lebih-lebih pada masyarakat modern. Bekal tersebut dapat diperoleh dengan pendidikan, dimana orang tua atau generasi tua akan mewariskan pengetahuan, nilai-nilai, serta keterampilannya kepada anak-anaknya atau pada generasi berikutnya.
Menurut dasar Psiko-Sosio-Antropologis:
a.       Untuk menghadapi kehidupan yang diliputi tantangan, manusia harus memiliki berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Potensi untuk ini sudah ada tinggal pengembangannya.
b.      Kemampuan manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial bukan bawaan, tetapi hanya dapat diperoleh melalui pendidikan.
c.       Kebudayaan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan hasil karya dari orang-orang yang terdidik.
Dari asmusi-asumsi tersebut maka dapat diketahui bahwa manusia merupakan makhluk yang harus dididik dan mendidik. Pendidikan akan dapat membantu manusia untuk merealisasikan dirinya serta memanusiakan manusia.

2.1.3        Batas-Batas Pendidikan
Ira Safaghira (2012), dalam menentukan batas-batas pendidikan, manusia akan menemui beberapa pertanyaan tentang kapan pendidikan dimulai dan bilamana pendidikan berakhir. Dan juga pernah kita temukan satu istilah dalam bahasa Inggris yang menyatakan : “long live education” yang artinya pendidikan seumur hidup. Dari pernyataan-pernyataan tersebut tergambarkan jelas bahwa pendidikan akan dimulai segera setelah anak lahir dan akan terus berlangsung sampai meninggal dunia. Sepanjang ia mampu menerima pengaruh. Oleh karena itu pendidikan akan berlangsung seumur hidup. Namun dalam mengalami proses pendidikan, manusia akan mendapat pendidikan, dimana akan terdapat pembatasan nyata dari proses pendidikan dalam jangka waktu tertentu.
Pendidikan dimulai dengan pemeliharaan yang akan merupakan persiapan kearah pendidikan nyata yaitu pada minggu dan bulan pertama anak dilahirkan. Pendidikan dalam bentuk pemeliharaan adalah bersifat murni, sebab pada pendidikan murni di perlukan adanya kesadaran mental pada si terdidik. Dari segi psikologis usia 3-4 tahun dikenal sebagai masa berkembang atau masa krisis. Dari segi pendidikan justru pada masa itu terbuka peluang ketidakpatuhan yang sekaligus landasan untuk menegakkan kepatuhan yang sesungguhnya. Disini pulalah mulai terbuka penyelenggaraan pendidikan, artinya sentuhan-sentuhan pendidikan untuk menumbuhkembangkan motivasi anak dalam perilakunya kearah tujuan pendidikan.
Batas-batas pengaruh pendidikan yaitu:
a.       Menurut Teori Empirisme
Empirisme (empiri = pengalaman), teori ini tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi yang dibawa lahir manusia. Dengan kata lain bahwa manusia itu lahir dalam keadaan suci, tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari pihak pendidik dalam mengajar mereka.
b.      Menurut Teori Nativisme
Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar. Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak  didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar. Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
c.       Menurut Teori Naturalisme
Dari segi bahasa naturalisme berasal dari 2 kata yaitu natural yang berarti alami, dan isme yang berarti paham. Sehingga, aliran naturalisme dapat juga disebut sebagai Paham Alami. Maksudnya, bahwa setiap manusia yang terlahir ke Bumi ini pada dasarnya memiliki kecenderungan atau pembawaan yang baik, dan tak ada seorangpun terlahir dengan pembawaan yang buruk. Menurut J.J Rosseau (Prancis, 1712-1778), dengan aliran naturalismenya, ia berpedapat dalam bukunya bahwa “Semua adalah baik pada waktu baru datang dari tangan sang pencipta, tetapi semua menjadi buruk di tangan manusia”. Sedangkan menurut   Schopenhauer (Jerman, 1788-1860), berpendapat bahwa, “semua anak yang lahir mempunyai pembawaan yang baik, tidak ada seorang pun yang lahir dengan pembawaan buruk.” Aliran ini disebut juga aliran negativisme, karena pendidik hanya wajib membiarkan pertumbuhan anak didik dengan sendirinya atau diserahkan kembali kelingkungannya (alam). Dengan kata lain, anak tidak memerlukan pendidikan tetapi yang perlu dilakukan oleh seorang pendidik terhadap anak didiknya adalah menyerahkannya ke alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak melalui proses kegiatan pendidikan itu. Pada intinya paham naturalisme ingin menjauhkan anak didik dari segala keburukan yang ada di sekitarnya. Dan membiarkan kebaikan yang telah tertanam dalam diri setiap anak didik tumbuh dan berkembang secara alamiah. Dengan demikian, segala pembawaan, kemampuan dan kecenderungan anak didik dapat berkembang dengan bebas dan hebat. Karena setiap anak memiliki potensi yang unggul yang akan tumbuh menjadi prestasi cemerlang di masa yang akan datang.
d.      Menurut Teori Konvergensi
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai bakat untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia. Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia  disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki otak yang cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang mengarahkannya, maka kecerdasan anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti bahwa dalam proses belajar peserta didik tetap memerlukan bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan keberhasilan dalam pembelajaran.
e.       Menurut Teori Ki Hajar Dewantara
Tutwuri handayani, merupakan konsep pendidikan dari Ki Hajar Dewantara, Pahlawan Nasional Pendidikan. Dimana hari kelahirannya dijadikan hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei, dan beliau adalah pendiri Perguruan Taman siswa. Tutwuri handayani berasal dari bahasa jawa: “tut wuri” berarti mengikuti dari belakang, “handayani” mendorong, memotivasi, atau membangkitkan semangat. Dari arti katanya dapat ditafsirkan, bahwa tut wuri handayani mengakui adanya pembawaan, bakat, ataupun potensi yang dimiliki anak yang dibawa sejak lahir. Dengan kata “tut wuri” pendidik diharapkan dapat melihat, menemukan, dan memahami bakat atau potensi yang muncul dan terlihat pada anak didik, untuk selanjutnya mengembangkan pertumbuhan yang sewajarnya dari potensi-potensi tersebut.
Di bandingkan dengan keempat aliran yang telah dijelaskan, konsep tut wuri handayani, lebih dekat pada aliran konvergensi dari William Stern, yang berpendapat bahwa perkembangan anak ditentukan oleh bagaimana interaksi antara pembawaan atau potensi-potensi yang dimiliki anak dengan lingkungan atau bimbingan (pendidikan) yang mempengaruhi anak dalam perkembangannya. Dengan kata lain watak atau karakter anak yang menjadi kepribadiannya, dan ada yang ditentukan oleh lingkungannya, tergantung pada yang lebih dominan dalam interaksi antara keduanya. Tut wuri handayani tidak bisa dipisahkan dari konsep pendidikan Ing ngarso sung tulodo, dan ing madya mangun karso. Ing ngarso sung tulodo berarti apabila pendidik berada didepan, ia harus memberi contoh yang baik terhadap anak didiknya. Ing ngarso = didepan, sung – asung = memberi, tulodo = contoh. Ing madya mangun karso berarti apabila pendidik berada di ”tengah-tengah” bersama anak didiknya, ia harus mendorong kemauan anak, membangkitkan kreativitas dan hasrat untuk berinisiatif dan berbuat. Ing madya = ditengah-tengah, mangun = membangun, karso = kehendak atau kemauan. Ditambah dengan tut wuri handayani seperti telah dijelaskan, maka ketiganya merupakan kesatuan yang tak terpisahkan satu sama lainnya.
Jadi, pendidikan menurut konsep Ki Hajar Dewantara merupakan hasil interaksi antara pembawaan dan potensi dengan bakat yang dimiliki anak, dimana dalam proses interaksi tersebut pendidik memiliki peran aktif, tidak menyerahkan begitu saja kepada anak didik, dan sebaliknya pendidik tidak boleh dominan menguasai anak.

2.2  Konsep-Konsep Dasar Pendidikan
2.2.1        Definisi Pendidikan
            Menurut Mohammad Ali (2007), terdapat beberapa definisi pendidikan menurut berbagai ahli yaitu sebagai berikut.
a.    Menurut Notoatmojdo (2003)
            Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
b.    Mudyaharjo (2008)
            Pendidikan adalah usaha dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.
c.    Faud Ihsan (2010)
            Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.
d.   Mudyahardjo (2001)
            Pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.
e.     Dictionary of Psychology (1972)
            Pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya.
f.     Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991)
            Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
g.    Menurut Tap MPR No. V/MPR/1973
            Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
h.    Menurut UU RI No. 2 Tahun 2003
            Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
            Jadi, secara umum pendidikan adalah tuntunan, pimpinan, bimbingan yang dilakukan secara sadar atau sengaja oleh seorang atau sekelompok orang. Dimana tuntunan, pimpinan, dan bimbingan tersebut dilakukan dengan maksud membantu perkembangan si terdidik ke arah tujuan tertentu. Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa.

2.2.2        Unsur-Unsur Pendidikan
            Menurut Sukardjo (2009), unsur-unsur pendidikan yaitu sebagai berikut.
a.    Orang yang membimbing (pendidik)
            Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan yaitu orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, pelatihan, dan masyarakat atau organisasi.
b.    Subjek yang dibimbing (peserta didik)
            Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang memiliki ciri khas dan otonomi, ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya.
c.    Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
            Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antar peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan memanipulasikan isi, metode serta alat-alat pendidikan.
d.   Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
            Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang sifatnya abstrak. Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan kandungannya sangat luas sehingga sulit untuk dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan pendidikan harus berupa tindakan yang ditujukan kepada peserta didik dalam kondisi tertentu, tempat tertentu, dan waktu tertentu dengan menggunakan alat tertentu.
e.    Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
            Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini meliputi materi inti maupun muatan lokal. Materi inti bersifat nasional yang mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa.
f.     Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
            Alat dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektivitasnya. Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan.
g.    Tempat peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)
            Lingkungan pendidikan biasa disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

2.2.3        Jenis, Jenjang, dan Faktor Pengaruh Pendidikan
            Menurut Eka Meliyakin (2013), jenis, jenjang, dan faktor pengaruh pendidikan yaitu sebagai berikut.
1.    Jenis-jenis pendidikan yaitu:
a.    Pendidikan Formal
            Adalah pendidikan di sekolah, dimana jalur pendidikannya  terstruktur dan berjenjang yang berlangsung dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
b.    Pendidikan Informal
            Adalah pendidikan di luar sekolah yang tidak dilembagakan yang merupakan proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, pada umumnya tidak teratur dan sistematis, sejak seseorang lahir sampai mati, seperti di dalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar, atau di dalam pergaulan sehari-hari.
c.    Pendidikan Nonformal
            Adalah pendidikan di luar sekolah yang dilembagakan dimana semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah dan berencana di luar kegiatan persekolahan. Dalam hal ini, tenaga pengajar, fasilitas, cara penyampaian, dan waktu yang dipakai, serta komponen-komponen lainya disesuaikan dengan keadaan peserta, atau peserta didik supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.
2.    Jenjang Pendidikan yaitu:
a.    Pendidikan Dasar
            Pendidikan Dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
b.    Pendidikan Menengah
            Pendidikan Menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, dan dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
c.    Pendidikan Tinggi
            Pendidikan Tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan serta menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
3.    Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendidikan:
a.    Usia
            Usia adalah yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat ia akan berulang tahun. Berbagai macam pendidikan atau sekolah dibatasi oleh umur. Sehingga umur mempengaruhi seseorang dalam mengakses pendidikan.
b.    Pekerjaan
            Pekerjaan adalah serangkaian tugas atau kegiatan yang harus dilaksanakan atau diselesaikan oleh seseorang sesuai dengan jabatan atau profesi masing-masing. Status pekerjaan yang rendah mempengaruhi tingkat pendidikan seseorang.
c.    Status Ekonomi
            Status ekonomi berpengaruh terhadap status pendidikannya. Individu yang berasal dari keluarga yang status ekonominya menengah dan tinggi dimungkinkan lebih memiliki pendidikan yang tinggi pula.
d.   Sosial Budaya
            Lingkungan sosial budaya mengandung dua unsur yaitu yang berarti interaksi antara manusia dan unsur budaya yaitu bentuk kelakuan yang sama terdapat di keluarga. Manusia mempelajari kelakuannya dari orang lain di lingkungan sosialnya. Budaya ini diterima dalam keluarga meliputi bahasa dan nilai-nilai kelakuan adaptasi kebiasaan dan sebagainya yang nantinya berpengaruh pada pendidikan seseorang.
e.    Lingkungan
            Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. Lingkungan adalah input kedalam diri seseorang sehingga sistem adaptasi yang melibatkan baik faktor internal maupun faktor eksternal. Seseorang yang hidup dalam lingkungan berpendidikan tinggi akan cenderung untuk mengikuti lingkunganya.



                       






















BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.   Manusia dapat dididik karena sejak lahir seorang anak sudah memiliki kemampuan yang fleksibel, membawa bermacam-macam kemampuan potensial, dan yang paling utama yaitu karena manusia adalah makhluk sosial.
2.   Manusia harus dididik karena manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya.
3.   Konsep dasar pendidikan akan mengenalkan apa saja bagian-bagaian dari pendidikan. Pendidikan dibutuhkan untuk mempengaruhi perkembangan individu tetapi pengaruhnya tidak bersifat dominan karena ada faktor lain yang berperan, diantaranya pembawaan. Selain pembawaan ada faktor lain yaitu keinginan dari individu yang bisa untuk mengalami perubahan.

3.2  Saran

Adapun saran yang ingin disampaikan melalui makalah ini yaitu sebagai berikut.
1.      Kepada guru dan orang tua sebaiknya mulai sejak dini mulai mendidik anak maupun peserta didik, mengingat sangat pentingnya pendidikan bagi anak.
2.      Kepada pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan dan memfasilitasi berbagai peralatan untuk sekolah-sekolah Paud di Indonesia demi tercapainya pendidikan yang layak.









DAFTAR PUSTAKA


Ali, Mohammad. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana
            Press.

Fristianda, Febrian. 2013. Keharusan dan Kemungkinan Pendidikan.
Meliyakin, Eka. 2013. Jenis, Jenjang, dan Faktor Pengaruh Pendidikan.

Mudyahardjo, Redja. 2013. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Safaghira, Ira. 2012. Tujuan, Batas, dan Kemungkinan Pendidikan.
Sukardjo. 2009. Landasan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Wulandari, Gita. 2012. Makalah Keharusan dan Kemungkinan Pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar