KEMUNGKINAN
DAN KEHARUSAN PENDIDIKAN DAN KONSEP-KONSEP DASAR PENDIDIKAN
Oleh:
KELOMPOK
I
Nazia
Halim (1411061004)
Ni
Made Wulan Sri Tarini (1411061008)
Sri Karina Elprida (1411061031)
KELAS
I C
JURUSAN
S1 PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN GANESHA
2014
KATA
PENGANTAR
Ucapan terima kasih dan
puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas karunia dan rahmat-Nya, maka penulis dapat menyusun makalah Dasar-Dasar
Kependidikan dengan judul “Kemungkinan dan Keharusan Pendidikan dan
Konsep-Konsep Dasar Pendidikan”.
Penulis sangat
menyadari betapa pentingnya bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada
penulis. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
sebagai berikut.
1.
I
Wayan Darmayoga, S.Pd, M.Pd. selaku dosen pembimbing dari mata kuliah
Dasar-Dasar Kependidikan .
2.
Teman-teman kelas I C yang ikut memberikan saran dalam
penyusunan makalah ini.
3.
Pihak-pihak lain yang membantu dalam penyusunan makalah
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Makalah ini membahas
tentang kemungkinan dan keharusan pendidikan, pengertian konsep-konsep dasar
pendidikan, serta implikasinya dalam pembelajaran.
Tak ada gading yang tak
retak, demikian pula dengan makalah ini, tentu banyak kekurangannya. Penulis
berharap, kiranya makalah ini, dapat menambah wawasan pembaca.
Denpasar,
8 September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar..................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.............................................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah........................................................................................
2
1.3
Tujuan Penulisan..........................................................................................
2
1.4
Manfaat Penulisan........................................................................................
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kemungkinan
dan Keharusan Pendidikan...................................................
3
2.2
Konsep-Konsep Dasar Pendidikan.............................................................. 11
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan...................................................................................................... 17
3.2
Saran............................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Di era globalisasi ini, kemajuan
teknologi semakin berkembang. Hal inilah yang mendorong pemerintah Indonesia
untuk memajukan pendidikan di Indonesia guna menciptakan sumber daya manusia
yang berkualitas dan tidak kalah saing dalam dunia internasional. Pendidikan
telah berlangsung sejak awal peradaban dan budaya manusia. Bentuk dan cara
pendidikan itu telah mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan zaman dan
tuntutan kebutuhan. Pada awal peradaban, para orang tua bersama kelompoknya
bertanggung jawab mendidik anak-anak mereka sehingga mencapai kedewasaan. Bila
orang tuanya hidup dengan bertani, maka anak-anaknya pun diajarkan bertani
dengan pengalaman langsung. Demikian juga jika orang tuanya berdagang, maka
anaknya pun diajarkan berdagang.
Pendidikan adalah sesuatu yang
universal yang berlangsung terus-menerus dan tak terputus dari generasi ke
generasi dimana pun di dunia ini. Upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan
itu diselengggarakan sesuai tujuan pendidikan dengan pandangan hidup dan latar
sosial kebudayaan setiap masyarakat tertentu, termasuk di Indonesia. Manusia
hidup berbeda dengan hewan, karena manusia mampu secara sempurna menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekitarnya dan senantiasa berupaya menciptakan dunia
kehidupan dan mengatasi realitasnya sendiri. Manusia dalam hidupnya mempunyai
peran sejarah dan menciptakan sejarah baru, dengan kata lain “manusia di
samping makhluk sejarah, juga dikuasai sejarah, ia tidak hanya berada di dalam
dunianya sendiri, tetapi hidup bersama dan berdialog dengan kehidupan”, karena
memang manusia memahami wawasan kesejarahan sebagai wujud kemampuannya belajar
dari pengalaman. Dengan berlimpahnya sumber daya alam yang ada di Indonesia,
membuat negara kita tidak kekurangan satupun kebutuhan hidup, akan tetapi
sumber daya manusia di Indonesia masih sangat rendah. Oleh sebab itu pemerintah
mewajibkan anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Maka penulis menyusun
makalah dengan judul: “Kemungkinan dan
Keharusan Pendidikan dan Konsep-Konsep Dasar Pendidikan.”
1.2
Rumusan
Masalah
Dari permasalahan di
atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Mungkinkah
manusia dapat dididik atau mendidik?
2. Mengapa
manusia harus dididik atau mendidik?
3. Apa
saja konsep-konsep dasar pendidikan?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai
berikut.
1. Untuk
mengetahui kemungkinan pendidikan.
2. Untuk
mengetahui keharusan pendidikan.
3. Untuk
mengetahui konsep-konsep dasar pendidikan.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu mempermudah
calon guru Paud untuk memberikan pendidikan kepada anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kemungkinan
dan Keharusan Pendidikan
Menurut Redja Mudyahardjo (2013), pendidikan
adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan,
dan kebiasaan sekelompok orang yang ditransfer dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian.
Pandangan
pendidikan tentang manusia sebagai animal
education adalah pandangan pendidikan tentang hakikat manusia sebagai
makhluk yang secara biologis, fisik tidak jauh beda dengan hewan. Tetapi dapat
membedakan dirinya dengan hewan dengan usaha yang bersifat pendidikan. Langeveld (Sukardjo, 2009) memandang
manusia sebagai animal education,
yang mengandung makna bahwa manusia merupakan makhluk yang perlu dididik.
Sedangkan pandangan pendidikan menurut Immanuel Kant (Sukarjdo, 2009) : bahwa manusia hanya dapat
menjadi manusia jika dirinya memperoleh pendidikan.
2.1.1
Kemungkinan pendidikan
Menurut Febrian Fristianda (2013), manusia sejak lahir
sangat membutuhkan bantuan orang lain, khususnya kedua orang tuanya. Manusia
dan binatang memiliki perilaku yang didasarkan atas insting. Dimana insting
pada binatang berlaku selama hidupnya, sedangkan insting pada manusia akan
diganti oleh kemampuan akal budinya. Hal inilah yang memungkinkan manusia dapat
dididik atau mendidik. Fakta biologis menunjukkan bahwa anak manusia ketika
baru dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya tetapi mempunyai potensi untuk
tumbuh dan berkembang, penyebab hal ini yaitu:
a.
Kemampuan anak bersifat fleksibel.
b.
Anak manusia mempunyai otak yang besar
dan berpermukaan luas.
c.
Mempunyai pusat syaraf yang berfungsi
untuk menerima pengaruh dari luar dirinya sehingga dapat terjadi proses
belajar.
Menurut
dasar Psiko-Sosial:
a. Anak
manusia ketika dilahirkan membawa bermacam-macam kemampuan potensial, yang
membutuhkan stimulasi dari lingkungan.
b. Manusia
merupakan makhluk sosial. Dimana kehidupan secara bersama sangat diperlukan
oleh manusia dan dalam kehidupan bersama ini ada proses saling mempengaruhi.
Pendidikan hanya akan menyentuh manusiawi yang
memiliki ciri-ciri berikut:
a. Manusia
dapat menguasai hawa nafsunya.
b. Manusia
memiliki kesadaran intelektual dan seni. Manusia dapat mengembangkan
pengembangan dan teknologi sehingga menjadikan dia sebagai makhluk yang
berbudaya.
c. Manusia
memiliki kesadaran sendiri.
d. Manusia
memiliki bahasa, simbolis baik secara tertulis maupun lisan.
e. Manusia
dapat menyadari nilai-nilai (etika maupun estetika). Manusia memilki mata hati
(hati nurani).
f. Manuisa
dapat berkomunikasi dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai pencipta alam semesta.
Ciri-ciri tersebut sama sekali tidak dimiliki oleh
hewan. Dengan ciri-ciri itulah manusia dapat dididik dan dapat memperbaiki
perilakunya. Hanya manusialah yang dapat didik dan memungkinkan dapat menerima
pendidikan.
2.1.2
Keharusan
Pendidikan
Menurut Langeveld (Sukardjo, 2009), anak didik
adalah anak atau orang yang belum dewasa atau belum memperoleh kedewasaan atau
seseorang yang masih menjadi tanggung jawab seorang pendidik tertentu. Anak
didik adalah anak yang memiliki sifat ketergantungan kepada pendidiknya untuk
dapat menyelenggarakan dan melanjutkan hidupnya secara jasmani maupun rohani. Manusia
adalah subjek pendidikan sekaligus objek pendidikan. Sebagai subjek pendidikan,
manusia (dewasa) bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendidikan secara
moral, berkewajiban atas perkembangan pribadi anak-anak mereka. Sebagai objek
pendidikan, manusia (anak) merupakan sasaran pembinaan dalam melaksanakan
pendidikan yang pada hakikatnya ia memiliki pribadi yang sama seperti manusia
dewasa namun karena kodratnya belum berkembang.
Menurut
Gita Wulandari (2012), terdapat 2 dasar keharusan manusia dididik yaitu menurut
dasar biologis dan menurut
dasar psiko-sosio-antropologis.
Keharusan manusia dididik menurut dasar Biologis:
a. Untuk
menyesuasikan diri dengan lingkungannya, anak manusia tidak memiliki insting
yang sempurna sebagaimana yang dimiliki oleh hewan. Hal ini dikarenakan anak
manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya. Pada waktu lahir anak manusia
tidak bisa berbuat apa-apa. Sampai usia tertentu
anak masih memerlukan bantuan orang tua. Begitu anak lahir ke dunia, ia
memerlukan uluran orang lain (ibu dan ayah) untuk dapat melangsungkan hidup dan
kehidupannya, dan berdiri sendiri. Kelemahan yang dimiliki oleh anak adalah
kelemahan rohani dan jasmaniah, misalnya dia tidak kuat oleh gangguan cuaca,
keadaan tubuh yang basah, panas atau dingin. Begitu juga rohaniahnya, dia tidak
mampu membedaan keadaan yang berbahaya ataupun menyenangkan, kelemahan dan
ketidakberdayaan anak makin lama makin hilang karena berkat bantuan dan
bimbingan pendidik atau yang biasanya disebut pendidikan. Berbeda dengan
binatang yang begitu lahir sudah dilengkapi kelengkapan fisiknya dan dapat
berbuat sesuatu untuk mempertahankan hidupnya. Misalnya anak harimau begitu
lahir sudah dilengkapi dengan bulu yang dapat melindungi tubuhnya dari
kedinginan. Begitu lahir setelah dibersihkan oleh induknya anak harimau
tersebut sudah bisa bergerak untuk mencari susu induknya, walaupun belum
memiliki kemampuan melihat secara normal. Beberapa jenis hewan yang baru keluar
dari telurnya langsung bergerak seperti pada kura-kura, buaya, dan sebagainya.
Begitu juga pada binatang lainnya khususnya binatang menyusui seperti kuda,
kambing, kera dan sebagainya. Hal tersebut tidak demikian pada manusia. Manusia
perlu mendapat bantuan orang lain untuk dapat menolong dirinya untuk sampai
kepada dewasa. Masa pendidikan manusia memerlukan waktu yang lama karena di
samping manusia harus dapat mempertahankan hidupnya dalam arti lahir, ia juga
harus memiliki bekal yang berkaitan dengan moral, memiliki pengetahuan, dan
keterampilan lainnya yang diperlukan untuk hidup. Makin tinggi peradaban
manusia, makin banyak yang harus dipelajari agar dapat hidup berdiri sendiri
tanpa menggantungkan diri kepada orang lain. Oleh karena itu, anak
atau bayi manusia memerlukan bantuan, tuntunan, pelayanan, dorongan dari orang
lain demi mempertahankan hidup dengan belajar setahap demi setahap untuk
memperoleh bekal nilai-nilai moral, memiliki kepandaian dan keterampilan, serta
pembentukan sikap dan tingkah laku sehingga lambat laun dapat berdiri sendiri
yang semuanya itu memerlukan waktu yang cukup lama.
b. Anak manusia perlu masa belajar yang panjang sebagai bekal menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan secara konstruktif. Untuk sampai pada kedewasaan yang
merupakan tujuan pendidikan dalam arti khusus, memerlukan waktu lama. Untuk
mengarungi kehidupan yang dewasa, manusia perlu dipersiapkan, lebih-lebih pada
masyarakat modern. Bekal tersebut dapat diperoleh dengan pendidikan, dimana
orang tua atau generasi tua akan mewariskan pengetahuan, nilai-nilai, serta
keterampilannya kepada anak-anaknya atau pada generasi berikutnya.
Menurut
dasar Psiko-Sosio-Antropologis:
a. Untuk menghadapi kehidupan yang
diliputi tantangan, manusia harus memiliki berbagai pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Potensi untuk ini sudah ada tinggal pengembangannya.
b. Kemampuan manusia menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosial bukan bawaan, tetapi hanya dapat diperoleh melalui
pendidikan.
c. Kebudayaan tidak terjadi dengan
sendirinya, melainkan hasil karya dari orang-orang yang terdidik.
Dari asmusi-asumsi
tersebut maka dapat diketahui bahwa manusia merupakan makhluk yang harus
dididik dan mendidik. Pendidikan akan dapat membantu manusia untuk
merealisasikan dirinya serta memanusiakan manusia.
2.1.3
Batas-Batas
Pendidikan
Ira Safaghira (2012), dalam
menentukan batas-batas pendidikan, manusia akan menemui beberapa pertanyaan
tentang kapan pendidikan dimulai dan bilamana pendidikan berakhir. Dan juga
pernah kita temukan satu istilah dalam bahasa Inggris yang menyatakan : “long live education” yang artinya
pendidikan seumur hidup. Dari pernyataan-pernyataan tersebut tergambarkan jelas
bahwa pendidikan akan dimulai segera setelah anak lahir dan akan terus
berlangsung sampai meninggal dunia. Sepanjang ia mampu menerima pengaruh. Oleh
karena itu pendidikan akan berlangsung seumur hidup. Namun dalam mengalami
proses pendidikan, manusia akan mendapat pendidikan, dimana akan terdapat
pembatasan nyata dari proses pendidikan dalam jangka waktu tertentu.
Pendidikan dimulai
dengan pemeliharaan yang akan merupakan persiapan kearah pendidikan nyata yaitu
pada minggu dan bulan pertama anak dilahirkan. Pendidikan dalam bentuk
pemeliharaan adalah bersifat murni, sebab pada pendidikan murni di perlukan
adanya kesadaran mental pada si terdidik. Dari segi psikologis usia 3-4 tahun
dikenal sebagai masa berkembang atau masa krisis. Dari segi pendidikan justru
pada masa itu terbuka peluang ketidakpatuhan yang sekaligus landasan untuk
menegakkan kepatuhan yang sesungguhnya. Disini pulalah mulai terbuka
penyelenggaraan pendidikan, artinya sentuhan-sentuhan pendidikan untuk
menumbuhkembangkan motivasi anak dalam perilakunya kearah tujuan pendidikan.
Batas-batas pengaruh
pendidikan yaitu:
a. Menurut
Teori Empirisme
Empirisme (empiri =
pengalaman), teori ini tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi yang dibawa
lahir manusia. Dengan kata lain bahwa manusia itu lahir dalam keadaan suci,
tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar
peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan. Pengalaman belajar yang
diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya berupa
stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan
oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Tokoh perintis aliran
empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”,
yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik
yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan
perkembangan anak. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah
lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari
pihak pendidik dalam mengajar mereka.
b. Menurut Teori Nativisme
Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis
(pembawaan) yang ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah
membawa sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini,
bertolak dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri
anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang
berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata
lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh
faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu
semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya; kalau
ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar. Para penganut
aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik
dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh
pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka
keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan
bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang
tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna
untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya. Bagi nativisme,
lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam
mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika
anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila
mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan
pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar. Tokoh utama
(pelopor) aliran nativisme adalah Arthur
Schopenhaur (Jerman 1788-1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari Perancis.
Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri manusia.
Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya
(secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya.
Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan
perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan dan
perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
c. Menurut Teori Naturalisme
Dari segi bahasa naturalisme berasal dari 2 kata yaitu
natural yang berarti alami, dan isme yang berarti paham. Sehingga, aliran naturalisme
dapat juga disebut sebagai Paham Alami. Maksudnya, bahwa setiap manusia yang
terlahir ke Bumi ini pada dasarnya memiliki kecenderungan atau pembawaan yang
baik, dan tak ada seorangpun terlahir dengan pembawaan yang buruk. Menurut J.J Rosseau (Prancis, 1712-1778), dengan
aliran naturalismenya, ia berpedapat dalam bukunya bahwa “Semua adalah baik
pada waktu baru datang dari tangan sang pencipta, tetapi semua menjadi buruk di
tangan manusia”. Sedangkan menurut Schopenhauer
(Jerman, 1788-1860), berpendapat bahwa, “semua anak yang lahir mempunyai
pembawaan yang baik, tidak ada seorang pun yang lahir dengan pembawaan buruk.” Aliran
ini disebut juga aliran negativisme, karena pendidik hanya wajib membiarkan
pertumbuhan anak didik dengan sendirinya atau diserahkan kembali
kelingkungannya (alam). Dengan kata lain, anak tidak memerlukan pendidikan
tetapi yang perlu dilakukan oleh seorang pendidik terhadap anak didiknya adalah
menyerahkannya ke alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak melalui
proses kegiatan pendidikan itu. Pada intinya paham naturalisme ingin menjauhkan
anak didik dari segala keburukan yang ada di sekitarnya. Dan membiarkan
kebaikan yang telah tertanam dalam diri setiap anak didik tumbuh dan berkembang
secara alamiah. Dengan demikian, segala pembawaan, kemampuan dan kecenderungan
anak didik dapat berkembang dengan bebas dan hebat. Karena setiap anak memiliki
potensi yang unggul yang akan tumbuh menjadi prestasi cemerlang di masa yang
akan datang.
d. Menurut Teori Konvergensi
Aliran konvergensi berasal dari kata
konvergen, artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Aliran ini
berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan)
maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan
atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena
pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka
kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat tanpa pengaruh
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup,
misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai bakat untuk berdiri di atas
kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi
menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat
manusia. Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman
yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia disertai
pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak
kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang
sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki otak yang
cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang mengarahkannya, maka kecerdasan
anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti bahwa dalam proses belajar peserta
didik tetap memerlukan bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan keberhasilan
dalam pembelajaran.
e. Menurut Teori Ki Hajar Dewantara
Tutwuri handayani, merupakan konsep pendidikan dari Ki Hajar Dewantara, Pahlawan Nasional
Pendidikan. Dimana hari kelahirannya dijadikan hari Pendidikan Nasional pada
tanggal 2 Mei, dan beliau adalah pendiri Perguruan Taman siswa. Tutwuri
handayani berasal dari bahasa jawa: “tut wuri” berarti mengikuti dari belakang,
“handayani” mendorong, memotivasi, atau membangkitkan semangat. Dari arti
katanya dapat ditafsirkan, bahwa tut wuri handayani mengakui adanya pembawaan,
bakat, ataupun potensi yang dimiliki anak yang dibawa sejak lahir. Dengan kata
“tut wuri” pendidik diharapkan dapat melihat, menemukan, dan memahami bakat
atau potensi yang muncul dan terlihat pada anak didik, untuk selanjutnya
mengembangkan pertumbuhan yang sewajarnya dari potensi-potensi tersebut.
Di bandingkan dengan keempat aliran yang telah dijelaskan,
konsep tut wuri handayani, lebih dekat pada aliran konvergensi dari William
Stern, yang berpendapat bahwa perkembangan anak ditentukan oleh bagaimana
interaksi antara pembawaan atau potensi-potensi yang dimiliki anak dengan
lingkungan atau bimbingan (pendidikan) yang mempengaruhi anak dalam
perkembangannya. Dengan kata lain watak atau karakter anak yang menjadi
kepribadiannya, dan ada yang ditentukan oleh lingkungannya, tergantung pada
yang lebih dominan dalam interaksi antara keduanya. Tut wuri handayani tidak bisa dipisahkan dari konsep pendidikan Ing
ngarso sung tulodo, dan ing
madya mangun karso. Ing ngarso sung tulodo berarti apabila pendidik
berada didepan, ia harus memberi contoh yang baik terhadap anak didiknya. Ing
ngarso = didepan, sung – asung = memberi, tulodo = contoh. Ing madya mangun
karso berarti apabila pendidik berada di ”tengah-tengah” bersama anak didiknya,
ia harus mendorong kemauan anak, membangkitkan kreativitas dan hasrat untuk
berinisiatif dan berbuat. Ing madya = ditengah-tengah, mangun = membangun,
karso = kehendak atau kemauan. Ditambah dengan tut wuri handayani seperti telah
dijelaskan, maka ketiganya merupakan kesatuan yang tak terpisahkan satu sama
lainnya.
Jadi, pendidikan menurut konsep Ki Hajar Dewantara merupakan hasil interaksi antara pembawaan dan
potensi dengan bakat yang dimiliki anak, dimana dalam proses interaksi tersebut
pendidik memiliki peran aktif, tidak menyerahkan begitu saja kepada anak didik,
dan sebaliknya pendidik tidak boleh dominan menguasai anak.
2.2
Konsep-Konsep
Dasar Pendidikan
2.2.1
Definisi
Pendidikan
Menurut
Mohammad Ali (2007), terdapat beberapa definisi pendidikan menurut berbagai
ahli yaitu sebagai berikut.
a.
Menurut Notoatmojdo (2003)
Pendidikan
adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik
individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan.
b.
Mudyaharjo (2008)
Pendidikan adalah usaha dasar yang dilakukan oleh
keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
dan latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat,
untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai
lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.
c.
Faud Ihsan (2010)
Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan
nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.
d.
Mudyahardjo (2001)
Pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat
diartikan sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal.
e.
Dictionary
of Psychology (1972)
Pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat
kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang dipergunakan untuk
menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan,
sikap dan sebagainya.
f.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991)
Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
g.
Menurut Tap MPR No. V/MPR/1973
Pendidikan
pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
h.
Menurut UU RI No. 2 Tahun 2003
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara.
Jadi,
secara umum pendidikan adalah tuntunan, pimpinan, bimbingan yang dilakukan
secara sadar atau sengaja oleh seorang atau sekelompok orang. Dimana tuntunan,
pimpinan, dan bimbingan tersebut dilakukan dengan maksud membantu perkembangan
si terdidik ke arah tujuan tertentu. Pendidikan tidak hanya
mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih ditekankan pada
proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh sehingga anak menjadi
lebih dewasa.
2.2.2
Unsur-Unsur
Pendidikan
Menurut Sukardjo (2009), unsur-unsur pendidikan yaitu
sebagai berikut.
a. Orang
yang membimbing (pendidik)
Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami
pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap
pendidikan yaitu orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, pelatihan, dan
masyarakat atau organisasi.
b. Subjek
yang dibimbing (peserta didik)
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan
modern cenderung menyebut demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang
usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.
Selaku pribadi yang memiliki ciri khas dan otonomi, ia ingin mengembangkan diri
(mendidik diri) secara terus menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup yang
dijumpai sepanjang hidupnya.
c. Interaksi
antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal
balik antar peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan
pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses
berkomunikasi intensif dengan memanipulasikan isi, metode serta alat-alat pendidikan.
d. Ke
arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat
nilai-nilai yang sifatnya abstrak. Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan
kandungannya sangat luas sehingga sulit untuk dilaksanakan di dalam praktek.
Sedangkan pendidikan harus berupa tindakan yang ditujukan kepada peserta didik
dalam kondisi tertentu, tempat tertentu, dan waktu tertentu dengan menggunakan
alat tertentu.
e. Pengaruh
yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu
dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi
ini meliputi materi inti maupun muatan lokal. Materi inti bersifat nasional
yang mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa.
f. Cara
yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
Alat dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu
mata uang. Alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektivitasnya.
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun
diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan.
g. Tempat
peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)
Lingkungan pendidikan biasa disebut tri pusat pendidikan
yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
2.2.3
Jenis,
Jenjang, dan Faktor Pengaruh Pendidikan
Menurut Eka Meliyakin (2013), jenis, jenjang, dan faktor
pengaruh pendidikan yaitu sebagai berikut.
1. Jenis-jenis
pendidikan yaitu:
a. Pendidikan
Formal
Adalah
pendidikan di sekolah, dimana jalur pendidikannya terstruktur dan berjenjang yang berlangsung
dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
b.
Pendidikan Informal
Adalah
pendidikan di luar sekolah yang tidak dilembagakan yang merupakan proses
pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar
atau tidak sadar, pada umumnya tidak teratur dan sistematis, sejak seseorang
lahir sampai mati, seperti di dalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan,
pasar, atau di dalam pergaulan sehari-hari.
c.
Pendidikan Nonformal
Adalah pendidikan di luar sekolah yang dilembagakan
dimana semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib,
terarah dan berencana di luar kegiatan persekolahan. Dalam hal ini, tenaga
pengajar, fasilitas, cara penyampaian, dan waktu yang dipakai, serta
komponen-komponen lainya disesuaikan dengan keadaan peserta, atau peserta didik
supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.
2. Jenjang
Pendidikan yaitu:
a. Pendidikan
Dasar
Pendidikan Dasar diselenggarakan untuk mengembangkan
sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang
diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang
memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
b.
Pendidikan Menengah
Pendidikan Menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan
meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan
lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, dan dapat mengembangkan kemampuan
lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
c.
Pendidikan Tinggi
Pendidikan Tinggi merupakan kelanjutan pendidikan
menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat
menerapkan, mengembangkan serta menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan
kesenian.
3.
Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Pendidikan:
a.
Usia
Usia adalah yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
saat ia akan berulang tahun. Berbagai macam pendidikan atau sekolah dibatasi
oleh umur. Sehingga umur mempengaruhi seseorang dalam mengakses pendidikan.
b. Pekerjaan
Pekerjaan adalah serangkaian tugas atau kegiatan yang
harus dilaksanakan atau diselesaikan oleh seseorang sesuai dengan jabatan atau
profesi masing-masing. Status pekerjaan yang rendah mempengaruhi tingkat
pendidikan seseorang.
c. Status
Ekonomi
Status ekonomi berpengaruh terhadap status pendidikannya.
Individu yang berasal dari keluarga yang status ekonominya menengah dan tinggi
dimungkinkan lebih memiliki pendidikan yang tinggi pula.
d. Sosial
Budaya
Lingkungan sosial budaya mengandung dua unsur yaitu yang
berarti interaksi antara manusia dan unsur budaya yaitu bentuk kelakuan yang
sama terdapat di keluarga. Manusia mempelajari kelakuannya dari orang lain di
lingkungan sosialnya. Budaya ini diterima dalam keluarga meliputi bahasa dan
nilai-nilai kelakuan adaptasi kebiasaan dan sebagainya yang nantinya
berpengaruh pada pendidikan seseorang.
e. Lingkungan
Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar
manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang
atau kelompok. Lingkungan adalah input kedalam diri seseorang sehingga sistem
adaptasi yang melibatkan baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Seseorang yang hidup dalam lingkungan berpendidikan tinggi akan cenderung untuk
mengikuti lingkunganya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Manusia dapat dididik karena sejak
lahir seorang anak sudah memiliki kemampuan yang fleksibel, membawa
bermacam-macam kemampuan potensial, dan yang paling utama yaitu karena manusia
adalah makhluk sosial.
2. Manusia harus dididik karena manusia
dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya.
3. Konsep dasar pendidikan akan
mengenalkan apa saja bagian-bagaian dari pendidikan. Pendidikan dibutuhkan
untuk mempengaruhi perkembangan individu tetapi pengaruhnya tidak bersifat
dominan karena ada faktor lain yang berperan, diantaranya pembawaan. Selain
pembawaan ada faktor lain yaitu keinginan dari individu yang bisa untuk
mengalami perubahan.
3.2 Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan melalui makalah ini
yaitu sebagai berikut.
1. Kepada guru dan orang tua sebaiknya
mulai sejak dini mulai mendidik anak maupun peserta didik, mengingat sangat
pentingnya pendidikan bagi anak.
2. Kepada pemerintah sebaiknya lebih
memperhatikan dan memfasilitasi berbagai peralatan untuk sekolah-sekolah Paud
di Indonesia demi tercapainya pendidikan yang layak.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung:
Pedagogiana
Press.
Fristianda,
Febrian. 2013. Keharusan dan Kemungkinan
Pendidikan.
http://febrianfristianda.blogspot.com/2013/12/keharusan-dan-kemungkinan-pendidikan.html. Akses: 20 September 2014.
Meliyakin, Eka. 2013. Jenis, Jenjang, dan Faktor Pengaruh
Pendidikan.
https://ekameliyakin.wordpress.com/2013/06/26/jalur-jenjang-dan-jenis-pendidikan/.
Akses: 16 September 2015.
Mudyahardjo,
Redja. 2013. Pengantar Pendidikan.
Jakarta: Rajawali Pers.
Safaghira,
Ira. 2012. Tujuan, Batas, dan Kemungkinan
Pendidikan.
http://www.slideshare.net/irasafaghira/tujuan-batas-kemungkinan-pendidikan. Akses : 16 September 2014.
Sukardjo.
2009. Landasan Pendidikan. Jakarta:
Rajawali Pers.
Wulandari,
Gita. 2012. Makalah Keharusan dan
Kemungkinan Pendidikan.
http://gittawulanda.blogspot.com/2012/02/makalah-keharusan-dan-kemungkinan.html. Akses: 19 September 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar